Copy, cut and paste disabled


top of page
Writer's pictureCegah Stunting

Persiapan dan Pemeriksaan bagi Calon Pengantin



Sebelum memasuki tahap pernikahan, terdapat beberapa pemeriksaan dan tes yang harus dilakukan oleh calon pengantin, baik calon pengantin perempuan maupun laki-laki. Premarital screening atau tes pranikah merupakan serangkaian tes yang harus dilakukan pasangan sebelum menikah. Hal tersebut dilakukan untuk melihat riwayat kesehatan dari calon pengantin. Seseorang yang tampak sehat dapat dimungkinkan memiliki sifat pembawa (carrier) penyakit.


Waktu pelaksanaan premarital screening yang disarankan adalah 6 bulan sebelum calon mempelai menikah. Menjalankan premarital screening merupakan sebuah tindakan pencegahan yang wajib dilakukan untuk mencegah terjadinya permasalahan kesehatan pada diri sendiri, pasangan, maupun keturunan ke depannya. Beberapa keuntungan melakukan pemeriksaan kesehatan pra nikah, antara lain:

  • Mencegah berbagai macam penyakit pada calon bayi, seperti penyakit thalasemia, diabetes melitus, dan penyakit lainnya.

  • Pemeriksaan pranikah dilakukan untuk mengenal riwayat kesehatan diri sendiri maupun pasangan.

  • Membuat calon mempelai semakin siap, lebih terbuka, dan lebih yakin satu sama lain mengenai riwayat kesehatan keduanya.


Dilansir dari website Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes RI, tahapan premarital screening yang harus dijalankan oleh calon pengantin adalah sebagai berikut:



1. Pemeriksaan fisik secara lengkap

Pemeriksaan yang pertama terdiri atas pemeriksaan umum, yakni uji pemeriksaan fisik secara lengkap. Salah satu yang diperiksa adalah tekanan darah. Umumnya, tekanan darah tinggi dapat berbahaya bagi kandungan sebab membuat tumbuh kembang janin dalam kandungan terhambat. Pemeriksaan lain yang dilakukan mencakup status gizi, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, tanda-tanda anemia.


Status gizi calon pengantin wanita perlu diketahui salah satunya untuk persiapan kehamilan. Status gizi dapat ditentukan dengan pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Untuk calon pengantin wanita, ditambah dengan pengukuran lingkar lengan atas. IMT merupakan proporsi standar berat badan (BB) terhadap tinggi badan (TB).

  • Jika IMT < 17,0, calon pengantin disebut sangat kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau kurang energi kronik (KEK) tingkat berat.

  • Jika IMT 17-18,5, calon pengantin disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK tingkat ringan.

Sementara, pengukuran lingkar lengan atas bertujuan untuk mengetahui adanya risiko KEK. Ambang batas lingkar lengan atas pada wanita usia subur (WUS) dengan KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila lingkar lengan atas kurang dari angka tersebut, artinya calon pengantin wanita berisiko mengalami KEK.


Untuk mencegah kondisi tersebut, calon pengantin dianjurkan untuk melakukan berbagai persiapan gizi sebelum memasuki jenjang pernikahan, sebagai berikut:

  • Calon pengantin wajib konsumsi gizi seimbang.

  • Setiap calon pengantin wanita dianjurkan mengkonsumsi tablet tambah darah (TTD) yang mengandung zat besi dan asam folat seminggu sekali.

  • Untuk mendapatkan asupan gizi seimbang ke dalam tubuh, calon pengantin perlu mengonsumsi 5 kelompok pangan yang berbeda setiap hari atau setiap kali makan (makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan minuman)

  • Biasakan minum air putih 8 gelas per hari

  • Batasi konsumsi garam, gula, dan lemak atau minyak

Persiapan gizi yang baik untuk calon pengantin, khususnya calon pengantin wanita sebagai calon ibu, sangat bermanfaat untuk menunjang dirinya saat mengandung anak nanti. Gizi Ibu yang baik akan membuat kebutuhan janin terpenuhi sehingga calon anak tersebut tidak mengalami gizi buruk. Hal ini berguna untuk mencegah stunting dan kekurangan gizi lainnya pada anak di kemudian hari.


2. Pemeriksaan penyakit hereditas

Penyakit hereditas biasanya diturunkan dari kedua orang tua, misalnya gangguan kelainan darah yang membuat penderitanya tidak bisa memproduksi hemoglobin (sel darah merah) secara normal.


3. Pemeriksaan penyakit menular

Pemeriksaan yang ketiga meliputi pemeriksaan terhadap penyakit menular, diantaranya seperti hepatitis B, hepatitis C, dan HIV-AIDS. Pemeriksaan tersebut penting sekali dilakukan, mengingat penyakit-penyakit menular tersebut sangat berbahaya dan mengancam jiwa.


4. Pemeriksaan organ reproduksi

Pemeriksaan ini berkaitan dengan kesuburan serta organ reproduksi untuk pria maupun wanita. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa kondisi kesehatan organ reproduksi diri sendiri dan pasangan.


5. Pemeriksaan alergi

Walaupun seringkali dianggap sepele, melakukan pemeriksaan alergi sangatlah penting karena alergi yang tidak disadari dari awal dan tidak ditangani dengan tepat dapat berakibat fatal.


Selain melakukan pemeriksaan kesehatan fisik, calon pengantin harus memiliki kesehatan jiwa yang harmonis dan siap untuk menikah. Untuk menjaga harmonisasi sebagai pasangan suami istri, para calon pengantin perlu mengenali karakteristik diri masing-masing pasangan. Sehingga ketika nanti sudah menikah, suami dan istri memiliki mental yang siap dan matang.


Saat sudah menikah, suami dan istri akan membuat kesepakatan bersama, salah satunya perencanaan untuk memiliki anak. Namun perlu dipahami bahwa memiliki anak adalah keputusan besar, yang tentunya membutuhkan pemikiran dan perencanaan yang matang. Dengan mempertimbangkan segala hal, suami dan istri memutuskan untuk menunda memiliki anak terlebih dahulu atau siap untuk langsung memiliki anak.

Saat pasangan suami dan istri memutuskan untuk siap memiliki anak, penting bagi calon ibu dan ayah untuk mengetahui segala informasi terkait apa yang akan dihadapi saat menjadi orang tua baru. Dimulai dari hal terkecil, seperti penambahan berat badan saat hamil. Mengalami beberapa keluhan umum saat hamil, dan kondisi lain yang mungkin dianggap kurang menyenangkan. Selain memahami informasi di atas, penting juga untuk calon orang tua mencari dukungan sosial dari orang-orang sekitar dan menyiapkan mental untuk menghadapi kehamilan bersama.


Saat menjalani kehamilan, mementingkan kesehatan mental diri sendiri saat diperlukan. Menjalani kehamilan merupakan perubahan yang besar untuk perempuan, sehingga akan membutuhkan penyesuaian psikologis dan emosional. Penting untuk diingat bahwa ibu hamil yang merasa stres akan berefek kepada kondisi janin. Anak-anak dari ibu yang mengalami stres saat kehamilan bisa mengalami komplikasi kehamilan dan kelahiran, seperti berat lahir rendah, prematur, dan pertumbuhan intrauterin yang buruk.


Beragam penelitian menunjukkan bahwa kesehatan mental dan emosional memiliki dampak yang besar setelah melahirkan. Sebagian besar ibu yang baru melahirkan mengalami "baby blues". Baby blues adalah periode singkat setelah melahirkan yang biasanya meliputi perubahan suasana hati, stres, kesedihan, kecemasan, dan kesulitan tidur. Baby blues dimulai dalam dua hingga tiga hari pertama setelah melahirkan, dan dapat berlangsung hingga dua minggu. Beberapa ibu baru mengalami bentuk depresi yang lebih parah dan bertahan lama yang dikenal sebagai depresi pasca persalinan. Gangguan mood yang lebih ekstrim yang disebut psikosis postpartum juga dapat berkembang setelah melahirkan.


Seorang ayah baru juga bisa mengalami depresi pasca melahirkan. Gejala yang mungkin dirasakan yaitu sedih atau lelah, kewalahan, mengalami kecemasan, atau mengalami perubahan pola makan dan tidur serta gejala yang sama yang dialami ibu dengan depresi pasca melahirkan. Jika gejala tidak menurun setelah dua minggu, semakin memburuk, mengganggu ibu dan ayah untuk merawat bayinya, membuat sulit untuk menyelesaikan tugas sehari-hari, dan muncul pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bayi, segera hubungi dokter atau profesional untuk membantu pasangan suami istri dalam menghadapi gejala tersebut.


Ketika bayi sudah lahir, pengasuhan dari kedua orang tua sangatlah penting. Ayah dan ibu memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Kebutuhan nutrisi yang cukup dapat membuat anak terhindar dari permasalahan perkembangan, salah satunya stunting. Selain memberikan nutrisi yang cukup, orang tua juga dapat mencegah stunting dengan memberikan stimulasi psikososial kepada anak. Stimulasi ini dapat dilakukan melalui kegiatan belajar, bermain, dan berkomunikasi. Semakin baik stimulasi psikososialnya, maka akan semakin baik juga perkembangan kognitif anak. Penting bagi para orang tua untuk menyeimbangkan nutrisi dan stimulasi psikososial agar anak bisa tumbuh dan berkembang memenuhi potensi optimalnya.



Premarital screening dan konseling pranikah membantu pasangan untuk mengenali karakteristik dari masing-masing pasangan, meningkatkan kemampuan masing-masing untuk berkomunikasi, dan membantu pasangan membangun sikap positif saat menghadapi masalah dalam keluarga di kemudian hari.


Sebagai satuan terkecil di masyarakat, kelu­arga memiliki peran penting dalam pembangunan. Kelu­arga yang kuat bisa menyokong pembangunan nasional. Hal tersebut dinyatakan oleh Peraturan Pemerintah Repu­blik Indonesia Nomor 21 Ta­hun 1994 tentang Penyeleng­garaan Pembangunan Kelu­arga Sejahtera. Di dalamnya, terdapat 8 fungsi keluarga yang menjadi acuan pembi­naan keluarga oleh pemerin­tah. Kedelapan fungsi tersebut antara lain:

  • Fungsi keagamaan

  • Fungsi so­sial budaya

  • Fungsi cinta kasih

  • Fungsi melindungi

  • Fungsi reproduksi

  • Fungsi sosia­lisasi pendidikan

  • Fungsi ekonomi

  • Fungsi pembinaan lingkungan

Setiap anggota keluarga wajib mengembangkan kualitas diri dan fungsi keluarga agar keluarga dapat hidup mandiri dan mampu mengembangkan kualitas keluarga secara optimal. Dengan terciptanya dan terlaksananya delapan fungsi keluarga ini diharapkan menjadikan keluarga yang sejahtera.


Merespon kebutuhan tersebut, sebagai bagian dari upaya pencegahan stunting melalui konsep inkubasi, yaitu mempersiapkan sejak calon pengantin, kesiapan fisik dan mental untuk kehamilan pertama, kehamilan yang sehat dan persalinan selamat, serta pengasuhan yang optimal pada masa masa keemasan tumbuh kembang, Pemerintah Indonesia (BKKBN) menjalankan sebuah terobosan program ELSIMIL (elektronik siap nikah siap hamil). Setiap pasangan calon pengantin diharapkan minimal tiga bulan sebelum pernikahan telah mengikuti program ini.


Selain edukasi kesiapan menikah, maka skrining kesehatan utamanya status gizi (kadar hemoglobin darah, ukuran Lingkar Lengan Atas dan Indeks Masa tubuh) dilakukan, diikuti dengan pemberian multi mineral nutrient supplement (MMS) untuk mengatasi hidden hunger dan anemia gizi besi. Edukasi tentang menu gizi seimbang sesuai isi piringku dan pemberian makanan tambahan dilakukan terutama bagi calon pengantin perempuan dengan Kekurangan Energi Kronis (KEK) yang diketahui dari LiLA kurang dari 23,5 cm. Beberapa terobosan lain melalui pangan fungsional seperti PURULA (flake tabur ekstrak daging dan rumput laut) atau beras fortivit (fortified rice) pengembangan BPPT ataupun beras biofortifikasi zinc hasil pengembangan Litbang Kementerian Pertanian, juga bisa dimaksimalkan promosinya bersamaan dengan edukasi isi piringku untuk pencegahan stunting pada calon pengantin.


Jadi, sebelum memasuki jenjang pernikahan untuk membentuk sebuah keluarga, setiap calon pengantin sebaiknya melakukan premarital screening, konseling pranikah, serta memahami dengan baik fungsi keluarga. Kesiapan dari calon ibu dan ayah juga penting untuk membangun keluarga. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk tanggung jawab calon ibu dan ayah dalam pencegahan stunting pada anak nantinya. Mari bersama mewujudkan keluarga yang sehat, bahagia, dan sejahtera!


Reference:


Created by:

Qurota Ayuni - CIMSA

Reviewed by:

Fitriana Herarti, M.Psi., Psikolog – Spesialis Perkembangan Anak ChildFund International

DR.dr.Brian Sri Prahastuti, MPH - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden

Designed by:

dr. Dhiya Khoirunnisa




Comments


bottom of page