Copy, cut and paste disabled


top of page
Writer's pictureCegah Stunting

Dukungan Tempat Kerja dalam Keberhasilan Menyusui

Perlindungan pada tenaga kerja, terutama di Indonesia merupakan hal yang penting dalam menjamin memenuhi hak-hak para pekerja, keluarga mereka dan masyarakat umum. Namun, pada kenyataannya, perlindungan ini belum sepenuhnya terlaksana, terutama perlindungan bagi tenaga kerja perempuan yang belum diberikan secara utuh, yakni hak cuti melahirkan dan menyusui. Pada umumnya, setiap pekerja perempuan yang melahirkan mendapatkan masa cuti selama 3 bulan yang dihitung sejak 1,5 sebelum dan 1,5 bulan sesudah untuk melahirkan bagi karyawan swasta, serta 1 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan setelah melahirkan untuk pegawai negeri. Idealnya masa cuti bisa diberikan dalam jangka waktu memadai untuk ibu bekerja maupun ayah untuk mendukung praktik-praktik Pemberian Makan untuk Bayi dan Anak (PMBA) untuk cegah stunting, yang termasuk menyusui eksklusif di di 6 bulan pertama.


Beberapa pihak, baik perorangan maupun kelompok pendukung ASI, berpendapat bahwa terdapat urgensi dalam implementasi penuh maupun perpanjangan dari peraturan lama cuti bersalin selama 2 bulan setelah persalinan ibu bekerja di Indonesia untuk dapat mendukung kelangsungan pemberian ASI. Dukungan yang kuat sangat dibutuhkan agar dapat memfasilitasi keeratan ibu dan bayi sepanjang hari selama minimal 6 bulan pertama agar kelangsungan pemberian ASI dapat terjaga. Selain itu, kebijakan perpanjangan masa cuti melahirkan juga dapat menciptakan waktu bagi seorang ibu untuk lebih fokus dalam mengasuh anak di awal pasca melahirkan dengan tenang dan nyaman hingga tidak menyebabkan stres tambahan yang dapat mengurai kualitas dan produksi ASI.


Selain pentingnya cuti bersalin, fasilitas di tempat kerja seperti keberadaan ruang laktasi, ruang/fasilitas pengasuhan anak (child care facility) dan istirahat menyusui juga sangat penting untuk meningkatkan persentase pemberian ASI eksklusif. Pojok laktasi merupakan ruangan khusus bagi ibu agar dapat menyusui. Ruangan ini diperuntukkan untuk ibu pekerja yang tidak sempat atau jauh dari sang anak agar mereka tetap dapat memberikan ASI eksklusif dari ibu. Kewajiban penyediaan ruangan menyusui pada tempat kerja ditetapkan pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri 15/2013. Akan tetapi, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kesempatan ibu bekerja untuk menyusui dan memerah ASI selama di tempat kerja hanya lah 62% di perkantoran pemerintah serta 50% di perkantoran swasta. Kurangnya penyediaan pojok laktasi dilandasi permasalahan biaya, pengurangan waktu bekerja bagi ibu, dan lainnya. Namun, sebenarnya terdapat juga banyak manfaat (dari aspek kesehatan dan ekonomi) yang dapat diambil jika kita mendukung dan melindungi menyusui di tempat kerja yakni mendukung kesehatan ibu selama pasca kehamilan dan persalinan, serta turut menjaga kondisi kesehatan bayi melalui nutrisi ASI dan kedekatan emosional antara ibu dan anak. Perusahaan swasta dapat memperoleh manfaat dari informasi tentang kasus bisnis untuk kebijakan menyusui dan pengasuhan anak di tempat kerja dan dari menerima bantuan teknis dari organisasi yang ahli dalam merancang dan menerapkan kebijakan ini. Berbagai tingkat bantuan teknis harus ditawarkan ke tempat kerja.


Referensi:

  • Putri NMDA, Sarjana IM. Implementasi perlindungan hukum hak cuti melahirkan terhadap pekerja perempuan di villa surya mas. Universitas Udayana. 2021;9:895-903.

  • Fransisca JN. Pengaruh lama cuti bersalin terhadap kelangsungan pemberian ASI. Universitas Diponegoro. 2014;3-5.

  • Prasetyo A. Kebijakan 6 bulan masa cuti melahirkan untuk menghindarkan pekerja mengalami depresi dan stres saat memberikan ASI. Pusat Studi Gender dan Anak. 2015;11(2): 1-9.

  • Kementerian Kesehatan Dirktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pentinganya pojok laktasi untuk ibu dan bayi [Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan Dirktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat; 2014 Aug 4 [cited 2022 Apr 1]. Available from: https://promkes.kemkes.go.id/?p=2315

Created by:

Keisha Annabel Garnette - AMSA Indonesia

Reviewed by:

dr. Wahdini Hakim, MWH – Pemerhati dan Pakar Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir


留言


bottom of page